Selain membangun berbagai fasilitas pengolahan sampah berbasis teknologi modern, Pemprov DKI Jakarta juga giat mengembangkan pengolahan sampah di sumber melalui kegiatan 3R (reduce,
reuse, dan recycle) dengan skema bank sampah. Hal ini sesuai amanat UU
18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Pemerintah (PP) 81
tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis
Sampah Rumah Tangga.
Kepala Dinas
Kebersihan Provinsi DKI Jakarta, Unu Nurdin, mengatakan, untuk mengatasi
persoalan sampah di Ibu Kota memang menuntut keterlibatan seluruh
pemangku kepentingan (stakeholder), termasuk masyarakat. “Salah
satunya, penyediaan fasilitas pemilahan sampah (3R). Aktifitas ini
bertujuan untuk mengambil manfaat ekonomi dari sampah. Implementasinya
dapat dikelola dalam bentuk Bank Sampah di lingkungan sekitar tempat
tinggal warga,” kata dia.
Menurut Unu,
pengolahan sampah secanggih apapun di Tempat Pengolahan Akhir (TPA) akan
berkurang efektifitasnya, jika sampah tidak dikelola sejak dari sumber.
“Melalui Program 3R kita budayakan warga untuk melakukan pemilahan dan
pengumpulan sampah, sehingga kandungan sampah yang masih mempunyai nilai
manfaat dapat didayagunakan,” katanya, Selasa (26/2).
Berdasarkan
ketentuan Pasal 22 UU 18/2008, kata Unu, secara tegas mengamanatkan
kegiatan penanganan sampah melalui Program 3R, yang terdiri dari
pengurangan sampah (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan
pendaurulangan sampah (recycle). Saat ini, ungkap Unu, Pemprov DKI dan
Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta juga sedang membahas
Raperda Pengelolaan Sampah. “Perda ini akan mengatur secara teknis
pengelolaan sampah di Ibu Kota, termasuk juga ketentuan pengelolaan
sampah di sumber,” katanya.
Kader Kebersihan
Salah satu langkah
yang ditempuh Dinas Kebersihan untuk meningkatkan kegiatan 3R dan Bank
Sampah, Dinas Kebersihan secara rutin mengelar pelatihan-pelatihan dan
penyuluhan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) dengan modul yang telah
disiapkan Dinas Kebersihan. Pelatihan ini diberikan antara lain kepada
warga yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Lingkungan
(Formapel), Persatuan Wanita Betawi (PWB), dan Tim Pembinaan
Kesejahteraan Keluarga (PKK), “Kami secara rutin memberikan bimbingan
teknis kepada mereka, saat ini sudah tercetak 254 kader Fasilitator
Lapangan, ” kata Unu.
Tujuan utama pelatihan ini, kata Unu, adalah
untuk menambah jumlah dan meningkatkan kualitas kader kebersihan
sebagai penggiat program 3R dan Bank Sampah. “Karena memang ujung tombak
kegiatan ini adalah peran aktif masyarakat,” kata Unu.
Kader Kebersihan
tersebut akan menjadi fasilitator dan motivator aktifitas 3R di
lingkungan masing-masing. “Diharapkan Kader Kebersihan ini akan menjadi
perpanjangan tangan Dinas Kebersihan di tingkat RW untuk menggalakan
program penanganan sampah berbasis masyarakat. Mereka secara operasional
menjadi bagian dari Lembaga Masyarakat Kelurahan (LMK) serta PKK di
tingkat RW masing-masing,” terang Unu.
Bank Sampah
Bank Sampah
merupakan salah satu kegiatan 3R untuk mengambil manfaat dari nilai
ekonomis sampah dengan menerapkan mekanisme perbankan secara sederhana.
Hal ini dalam upaya meningkatkan Ekonomi masyarakat. Caranya, Unu
menerangkan, masyarakat secara swadaya menyetorkan sampah terpilah ke
Bank Sampah. Untuk selanjutnya, sampah tersebut ditimbang dan dinilaikan
ke rupiah. “Harga yang berlaku saat ini untuk botol plastik sekitar Rp.
2.700/kg, kaleng Rp. 2.000/kg dan Kertas putih Rp. 1.500/kg. Meniru
sistem bank, uang tersebut tidak langsung dibayarkan, akan tetapi
dicatatkan ke dalam buku Tabungan Bank Sampah milik nasabah,” papar Unu.
Di wilayah Jakarta
sekarang tersebar puluhan Bank Sampah atau Bank Daur Ulang Sampah.
Sebagai contoh di RW 12, Kelurahan Kebayoran Lama Selatan, Jakarta
Selatan.
Menurut Ngasimun
ketua RW setempat sekaligus penanggungjawab Bank Sampah Soka 12,
kegiatan Bank Sampahnya mampu mereduksi hingga 30 persen sampah yang
dihasilkan warga.
“Saat ini terdapat
98 anggota aktif bank sampah kita, mereka secara swadaya mengantarkan
sampahnya ke Bank Sampah. Setelah kita timbang, kita catatkan di buku
tabungan. Per tiga bulan, baru kita bayarkan,” kata Ngasimun.
Sampah-sampah
tersebut, kata Ngasimun, diolah sesuai jenisnya. Untuk sampah organik
dilakukan komposting dengan mesin ataupun manual. “Ibu-ibu kader
kebersihan juga giat membina warga untuk membuat kompos di rumahnya
masing-masing,” kata dia.
Sedangkan sampah
anorganik, diolah menjadi bahan kerajinan tangan seperti tas, dompet,
dan hiasan dinding. “Khusus sampah ban bekas dari bengkel-bengkel di
sekitar sini, kita buat jadi pot bunga. Itu yang kita jejerkan di
sepanjang jalan lingkungan untuk penghijauan, pupuknya pun dari kompos
yang kita hasilkan,” kata dia.
Sementara itu, Bank
Sampah di RW 09 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur menerapkan sistem
koperasi. Ketua RW setempat, Karnan menerangkan, Koperasi Bank Sampah
yang beri nama Koperasi Warga Mandiri Terpadu ini berdiri pada Februari
2012. Saat ini, anggotanya sudah mencapai 87 orang. “Mereka membayar
simpanan pokok koperasi sebesar Rp. 20.000 dan simpanan wajib Rp. 5.000
yang dibayarkan dengan sampah. Walau baru beberapa bulan terbentuk,
rata-rata setiap anggota telah memiliki tabungan sampah senilai Rp.
200-300 ribu,” kata Karnan.
Selain di
lingkungan, kegiatan 3R juga digalakan di sekolah-sekolah. Salah satunya
di SMAN 12 Jakarta. Di sini kegiatan 3R masuk dalam kurikulum Muatan
Lokal (Mulok) Lingkungan Hidup.
Guru Mata
Pelajajaran Mulok Lingkungan Hidup SMAN 12, Teti Suryati menerangkan,
bahwa salah satu standar kompetensi yang diajarkan ke siswanya adalah
memahami tehnik pengelolaan limbah padat, “Seperti praktek membuat
kompos, lubang biopori, daur ulang kertas dan mengubah plastik kemasan
menjadi berbagai jenis kerajinan. Prakteknya pun tidak hanya di sekolah,
tapi juga di rumah siswa masing-masing, sehingga turut mengedukasi
keluarganya,” kata dia.
Bahkan, kata Teti,
kurikulum Mulok Lingkungan Hidup di sekolahnya tekah dijadikan
percontohan oleh UNESCO untuk diterapkan di beberapa negara. “Agustus
tahun ini, saya diundang UNESCO untuk memberikan paparan di Jepang
mengenai silabus dan materi ajar Mulok Lingkungan Hidup dalam acara Regional Workshop for Green School Action in East Asia on Theacher Capacity Building in Climate Change Education,” kata dia.
Teti yang merupakan
kader Dinas Kebersihan ini juga telah menyusun sebuah buku berjudul
‘Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah’, yang isinya mengajarkan tata cara
pembuatan kompos dari sampah rumah tangga.
Sumber : Kompasiana
twitter/@yogiikhwan
Photo’ s Courtesy of Dinas Kebersihan DKI Jakarta