Sampah bagi wilayah perkotaan menjadi momok
tersendiri apabila tidak tertangani dengan baik. Bahkan keberhasilan
kepemimpinan suatu daerah, juga dapat diukur dari penanganan sampahnya.
Makassar yang masuk salah satu kota besar di Indonesia, tak
terlepas dari persoalan sampah yang umumnya merupakan limbah rumah
tangga.
Sampah rumah tangga, selama ini menjadi momok
bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, karena harus diakui bahwa rumah
tangga sebagai penyumbang limbah terbesar bagi lingkungan dan
diperkirakan sekitar 70 persen belum terolah dengan baik.
Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana Pemprov Sulsel H Titien Soeharti mengatakan, ibu
rumah tangga merupakan yang paling dekat dengan persoalan sampah.
"Karena itu kami perlu memberikan pengetahuan dan kesadaran untuk
memanimalisir bahan limbah yang diproduksinya," katanya.
Salah satu sosialisasi yang dilakukan adalah memberikan pemahaman
tentang penggunaan produk yang ramah lingkungan untuk kehidupan
sehari-hari.
Misalnya, lebih memilih menggunakan
pembungkus dari kertas daripada plastik. Selain itu, juga memberikan
pengetahuan cara mendaur ulang sampah.
Tak ketinggalan,
kampanye untuk menolak menggunakan produk yang memiliki tingkat
resistensi tinggi terhadap kesehatan keluarga dan menghasilkan
pencemaran tinggi.
Khusus persoalan sampah di Kota
Makassar, berdasarkan data Dinas KLH Kota Makassar diketahui, rata-rata
produksi sampah di kota berjulukan "Anging Mammiri" ini mencapai 871 ton
per hari dengan mengacu dari jumlah penduduk sekitar 1,3 juta orang.
Dari produksi sampah tersebut, Pemkot Makassar hanya mampu
mengangkut sebanyak 300 hingga 400 ton sampah per hari, akibat minimnya
sarana dan prasarana misalnya kendaraan pengangkut sampah dan juga
petugas kebersihan.
Hal itu terbukti dari armada
pengangkut sampah yang beroperasi hanya 117 unit, padahal harus melayani
143 kelurahan dari 14 kecamatan yang ada.
"Padahal
idealnya setiap kelurahan harus memiliki minimal satu truk pengangkut
sampah," kata pemerhati masalah lingkungan Zulkarnaen Yusuf dari Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel.
Mencermati hal tersebut,
lanjut dia, masih ada sekitar 20 persen produksi sampah perkotaan yang
tidak tertangani Pemkot Makassar.
Kondisi itu terjadi, karena
keterbatasan anggaran Pemkot dan potensi sumber daya manusia yang
mengolah sampah yang masih minim, termasuk teknologi pengelolaan sampah.
Menurut dia, sebenarnya produk sampah yang dihasilkan dari rumah
tangga adalah produk sampah industri. Karena itu, perlu kebijakan
khusus untuk mendorong perusahaan bertanggung jawab atas sampah produk
yang dihasilkan.
Selama ini, lanjut dia, regulasi yang
dikeluarkan pemerintah terkait dengan perizinan badan usaha, baru
meminta perusahaan bertanggung jawab dalam hal pengelolaan limbah cair,
padahal seharusnya juga bertanggung jawab terhadap limbah padat.
Limbah padat tersebut dapat berupa sampah kering seperti
plastik ataupun karton/kertas yang menjadi wadah atau pembukus produk
perusahaan.
Akibatnya, sampah produk tersebut masih
dibebankan kepada masyarakat pengguna produk tertentu, dalam hal ini
bersentuhan langsung dengan para ibu rumah tangga.
"Padahal semestinya, persoalan sampah itu tidak hanya menjadi tanggung
jawab pihak yang di hilir (masyarakat), tetapi juga yang di hulu
(perusahaan)," ujarnya.
Dengan demikian, regulasi bagi
perusahaan untuk mempertanggungjawabkan sampahnya sangatlah penting,
karena fenomena di lapangan Pemkot Makassar tidak mampu menangani
persoalan sampah itu.
Bank Sampah
Menjawab
persoalan sampah yang umumnya dihadapi kota besar, termasuk Kota
Makassar, maka Bank Sampah mitra The Green Foundation pun lahir dengan
memberdayakan masyarakat.
Menurut Direktur The Green Foundation
Husniati, sosialisasi Bank Sampah dan pembinaan terhadap masyarakat
sudah dilakukan sejak 2007 dan realisasinya sudah terlihat pada 2010.
Hal itu dilakukan pada warga Banta-Bantaeng, Kecamatan
Rappocini, Makassar yang menjadi proyek binaan The Green Foundation.
Sedikitnya terdapat 50 rumah tangga di Banta-Bantaeng yang
telah merasakan manfaat dari Bank Sampah melalui pengumpulan sampah yang
dapat memberikan nilai ekonomi.
Husniati mengatakan,
keberadaan Bank Sampah menjadi alternatif solusi dalam menangani
persoalan persampahan di kota-kota besar, termasuk Makassar.
Para
perempuan dan ibu rumah tangga di wilayah binaannya, lanjut dia,
mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang misalnya sampah plastik,
karton dan kertas untuk selanjutnya disetorkan ke Bank Sampah.
"Sampah itu kemudian ditimbang dan dinilai dalam bentuk rupiah.
Hasilnya, setiap bulan mereka dapat mengambil tabungannya, sesuai dengan
jumlah tabungan sampah yang dituliskan dalam masing-masing buku
rekening," katanya.
Rabiah yang menjadi ketua kelompok
ibu-ibu pengumpul sampah di Banta-Bantaeng mengatakan, dalam tiga tahun
terakhir sudah dapat membantu perekonomian keluarga dari hasil Bank
Sampah itu.
"Ibu-ibu rumah tangga di wilayah kami
rata-rata adalah masyarakat miskin dan Alhamdulillah sangat terbantu
dengan adanya Bank Sampah itu," kata wanita paruh baya ini yang suaminya
sebagai buruh bangunan hanya berpendapatan pas-pasan.
Dia mengatakan, mekanisme menabung di Bank Sampah pun tidak sulit.
Karena tidak perlu membawa sampahnya ke pihak penimbang atau pembeli,
tapi penimbang yang lengkap dengan mobil truknyalah mendatangi warga
kami tiga kali seminggu.
Menurut dia, selain mendapatkan
nilai ekonomis dari sampah, kegiatan ini juga bermanfaat memupuk
kebersamaan antartetangga melalui kelompok binaan the Green Foundation.
Salah satu bukti adalah pengadaan drainase bambu sepanjang
kurang lebih 250 meter atas swadaya warga setempat dan pendanaannya dari
hasil tabungan Bank Sampah itu.
Keberadaan Bank Sampah
telah memberikan dampak positif di kalangan masyarakat, hanya saja pilot
proyek ini belum banyak diadopsi warga di luar Kelurahan
Banta-Bantaeng.
Sementara pihak instansi terkait dan industri,
belum bersinergi dengan praktek Bank Sampah di lapangan, sehingga
terkesan masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Padahal persoalan
persampahan mesti dikeroyok bersama dengan bersinergi satu sama lain.
Sumber : AntaraNews
Senin, 11 Maret 2013
Bank Sampah Solusi Pengelolaan Limbah Berbasis Masyarakat
10.24
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar