Senin, 11 Maret 2013

Bank Sampah Solusi Pengelolaan Limbah Berbasis Masyarakat

Sampah bagi wilayah perkotaan menjadi momok tersendiri apabila tidak tertangani dengan baik. Bahkan keberhasilan kepemimpinan suatu daerah, juga dapat diukur dari penanganan sampahnya.

Makassar yang masuk salah satu kota besar di Indonesia, tak terlepas dari persoalan sampah yang umumnya merupakan limbah rumah tangga.

Sampah rumah tangga, selama ini menjadi momok bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, karena harus diakui bahwa rumah tangga sebagai penyumbang limbah terbesar bagi lingkungan dan diperkirakan sekitar 70 persen belum terolah dengan baik.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Pemprov Sulsel H Titien Soeharti mengatakan, ibu rumah tangga merupakan yang paling dekat dengan persoalan sampah.

"Karena itu kami perlu memberikan pengetahuan dan kesadaran untuk memanimalisir bahan limbah yang diproduksinya," katanya.

Salah satu sosialisasi yang dilakukan adalah memberikan pemahaman tentang penggunaan produk yang ramah lingkungan untuk kehidupan sehari-hari.

Misalnya, lebih memilih menggunakan pembungkus dari kertas daripada plastik. Selain itu, juga memberikan pengetahuan cara mendaur ulang sampah.

Tak ketinggalan, kampanye untuk menolak menggunakan produk yang memiliki tingkat resistensi tinggi terhadap kesehatan keluarga dan menghasilkan pencemaran tinggi.

Khusus persoalan sampah di Kota Makassar, berdasarkan data Dinas KLH Kota Makassar diketahui, rata-rata produksi sampah di kota berjulukan "Anging Mammiri" ini mencapai 871 ton per hari dengan mengacu dari jumlah penduduk sekitar 1,3 juta orang.

Dari produksi sampah tersebut, Pemkot Makassar hanya mampu mengangkut sebanyak 300 hingga 400 ton sampah per hari, akibat minimnya sarana dan prasarana misalnya kendaraan pengangkut sampah dan juga petugas kebersihan.

Hal itu terbukti dari armada pengangkut sampah yang beroperasi hanya 117 unit, padahal harus melayani 143 kelurahan dari 14 kecamatan yang ada.

"Padahal idealnya setiap kelurahan harus memiliki minimal satu truk pengangkut sampah," kata pemerhati masalah lingkungan Zulkarnaen Yusuf dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel.

Mencermati hal tersebut, lanjut dia, masih ada sekitar 20 persen produksi sampah perkotaan yang tidak tertangani Pemkot Makassar.

Kondisi itu terjadi, karena keterbatasan anggaran Pemkot dan potensi sumber daya manusia yang mengolah sampah yang masih minim, termasuk teknologi pengelolaan sampah.

Menurut dia, sebenarnya produk sampah yang dihasilkan dari rumah tangga adalah produk sampah industri. Karena itu, perlu kebijakan khusus untuk mendorong perusahaan bertanggung jawab atas sampah produk yang dihasilkan.

Selama ini, lanjut dia, regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan perizinan badan usaha, baru meminta perusahaan bertanggung jawab dalam hal pengelolaan limbah cair, padahal seharusnya juga bertanggung jawab terhadap limbah padat.

Limbah padat tersebut dapat berupa sampah kering seperti plastik ataupun karton/kertas yang menjadi wadah atau pembukus produk perusahaan.

Akibatnya, sampah produk tersebut masih dibebankan kepada masyarakat pengguna produk tertentu, dalam hal ini bersentuhan langsung dengan para ibu rumah tangga.

"Padahal semestinya, persoalan sampah itu tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak yang di hilir (masyarakat), tetapi juga yang di hulu (perusahaan)," ujarnya.

Dengan demikian, regulasi bagi perusahaan untuk mempertanggungjawabkan sampahnya sangatlah penting, karena fenomena di lapangan Pemkot Makassar tidak mampu menangani persoalan sampah itu.


Bank Sampah


Menjawab persoalan sampah yang umumnya dihadapi kota besar, termasuk Kota Makassar, maka Bank Sampah mitra The Green Foundation pun lahir dengan memberdayakan masyarakat.
Menurut Direktur The Green Foundation Husniati, sosialisasi Bank Sampah dan pembinaan terhadap masyarakat sudah dilakukan sejak 2007 dan realisasinya sudah terlihat pada 2010.

Hal itu dilakukan pada warga Banta-Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Makassar yang menjadi proyek binaan The Green Foundation.

Sedikitnya terdapat 50 rumah tangga di Banta-Bantaeng yang telah merasakan manfaat dari Bank Sampah melalui pengumpulan sampah yang dapat memberikan nilai ekonomi.

Husniati mengatakan, keberadaan Bank Sampah menjadi alternatif solusi dalam menangani persoalan persampahan di kota-kota besar, termasuk Makassar.
Para perempuan dan ibu rumah tangga di wilayah binaannya, lanjut dia, mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang misalnya sampah plastik, karton dan kertas untuk selanjutnya disetorkan ke Bank Sampah.

"Sampah itu kemudian ditimbang dan dinilai dalam bentuk rupiah. Hasilnya, setiap bulan mereka dapat mengambil tabungannya, sesuai dengan jumlah tabungan sampah yang dituliskan dalam masing-masing buku rekening," katanya.

Rabiah yang menjadi ketua kelompok ibu-ibu pengumpul sampah di Banta-Bantaeng mengatakan, dalam tiga tahun terakhir sudah dapat membantu perekonomian keluarga dari hasil Bank Sampah itu.

"Ibu-ibu rumah tangga di wilayah kami rata-rata adalah masyarakat miskin dan Alhamdulillah sangat terbantu dengan adanya Bank Sampah itu," kata wanita paruh baya ini yang suaminya sebagai buruh bangunan hanya berpendapatan pas-pasan.

Dia mengatakan, mekanisme menabung di Bank Sampah pun tidak sulit. Karena tidak perlu membawa sampahnya ke pihak penimbang atau pembeli, tapi penimbang yang lengkap dengan mobil truknyalah mendatangi warga kami tiga kali seminggu.

Menurut dia, selain mendapatkan nilai ekonomis dari sampah, kegiatan ini juga bermanfaat memupuk kebersamaan antartetangga melalui kelompok binaan the Green Foundation.

Salah satu bukti adalah pengadaan drainase bambu sepanjang kurang lebih 250 meter atas swadaya warga setempat dan pendanaannya dari hasil tabungan Bank Sampah itu.

Keberadaan Bank Sampah telah memberikan dampak positif di kalangan masyarakat, hanya saja pilot proyek ini belum banyak diadopsi warga di luar Kelurahan Banta-Bantaeng.

Sementara pihak instansi terkait dan industri, belum bersinergi dengan praktek Bank Sampah di lapangan, sehingga terkesan masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Padahal persoalan persampahan mesti dikeroyok bersama dengan bersinergi satu sama lain.

Sumber : AntaraNews

0 komentar:

Posting Komentar